• Inflasi dalam Perspektif Islam


    SEJARAH INFLASI
    Emas memberikan ‘nilai’ pada suatu mata uang dan juga akseptabilitas di tempat lain. Dalam hal ini, sejarah perekonomian Kerajaan Byzantium menarik untuk dipelajari. Byzantium berusaha keras untuk mengumpulkan emas dengan melakukan ekspor komoditasnya dari negara-negara lain dan berusaha mencegah impor dari negara-negara lain agar dapat mengumpulkan uang emas sebanyak-banyaknya. Tetapi apa yang terjadi? Pada akhirnya orang-orang harus makan, membeli pakaian, mengeluarkan biaya untuk transportasi, serta juga menikmati hidup sehingga mereka akan membelanjakan uang (kekayaan) yang dikumpulkannya tadi sehingga akhirnya malah menaikkan tingkat harga komoditasnya sendiri.
    Spanyol setelah era ‘Conquistadores’ juga mengalami hal yang sama, begitu juga dengan Inggris setelah perang dengan Napoleon. Pada masa kini, terutama setelah era kapitalis dimulai,masalah yang sama tetap menjadi perdebatan para ekonom dan otoritas keuangan. Nama-nama seperti Adam Smith, David Ricardo, J. M. Keynes, Andrew Jackson, William Jennings Bryan, Charles de Gaulle, Milton Friedman, dan Allan Greenspan terlibat dalam masalah yang sama.
    Apakah itu Dinar di negara-negara Arab ataupun mata uang negara-negara Eropa seperti Inggris, Perancis, Spanyol, Italia, Swedia, dan Rusia bahkan juga Amerika, semuanya mengalami apa yang dinamakan inflasi. Awal inflasi mata uang dinar dimulai bahkan pada saat ketika Irak sedang dalam masa puncak jayanya. Coinage debasement dan inflasi ikut mendahului perkembangan yang cepat dari peminjaman uang (pertumbuhan kredit) serta perbankan, khususnya di Italia, yang merupakan ‘motor’ pertumbuhan lebih lanjut dari perekonomian. Inflasi acap kali berbentuk kenaikan tingkat harga secara gradual daripada ledakan kekacauan ekonomi.
    Revolusi harga terjadi sepanjang beberapa abad, pola kenaikan tingkat Harga pertama kali tampak di Italia dan Jerman sekitar tahun 1470. Kemudian, seperti yang sangat menular, inflasi menyerang Eropa dalam beberapa tahapan; dimulai dari Inggris dan Perancis pada tahun 1480-an, meluas ke semenanjung Iberia pada dekade selanjutnya dan pada bahan-bahan mentah terutama makanan. Di Inggris harga kayu, ternak, dan biji-bijian meningkat 5 sampai 7 kali lipat dari tahun 1480 sampai tahun 1650, sementara itu barang manufaktur harganya meningkat 3 kali lipat. Kenaikan sebesar 700% selama 170 tahun itu jika dihitung secara compound hanya sebesar 1,2% per tahunnya akan tetapi di lain sisi, gaji hanya meningkat kurang dari ½-nya, sehingga masyarakat sangat mengalami goncangan akibat tekanan inflasi. Daya beli uang dan gaji pekerja menurun denga tingkat yang dianggap sangat mencemaskan.
    Semua hal diatas adalah akibat gabungan dari penurunan produksi pertanian, pajak yang berlebihan, depopulasi, manipulasi pasar, high labor cost, pengangguran, kemewahan yang amat berlebihan, dan sebab-sebab yang lainnya.
    Adapun negara Eropa yang dapat dianggap bertahan dengan sukses menghadapi inflasi adalah Inggris. Akan tetapi, hal itu terjadi pada masa-masa perekonomiannya dianggap terbelakang dibandingkan dengan negara-negara Eropa lainnya. Paham ‘Financial Rectitude’ walaupun banyak dikagumi, tidak pernah menjadi jalan untuk mencapai kemakmuran. Setelah pertumbuhan pesat uang (pendanaan kredit) dan simpanan bank akibat kebutuhan pembiayaan perang dengan Napoleon dan kemudian untuk pembiayaan Perang Dunia I, Inggris terpaksa menghentikan konvertibilitas antara sterling dan emas serta juga obsesinya terhadap penciptaan “superior-quality money” karena terjadi deflasi yang drastis yang diikuti gangguan sosial yang sangat serius. Keputusan untuk kembali ke standar emas pada 1925, yang mendahului beberapa kebijakan yang ‘mencekik’ perekonomian, akhirnya diakhiri pada 1931. Penderitaan dan kesengsaraan yang terjadi cukup buruk, Kn tetapi Inggris tidak pernah kembali ke standar emas dan menciptakan “superior-quality money” yang dianggap merupakan sumber kemakmuran dan menjadi kebanggaan selama beberapa abad. Lebih baru ketika Inggris memutuskan keluar dari European Monetary Union (EMU) pada tahun 1992 dan memberikan mata uangnya mengalami depresiasi, ekspor melonjak naik dan perekonomian tumbuh sedangkan negara EMU yang lainnya mengalami stagnasi .
    Selain Inggris, Perancis juga mengalami permasalahan antara emas-nilai mata uang-inflasi. Michel Chevalier (seorang ekonom Perancis pada abad ke-19) dalam karangannya “On the Probable Fall in the Value of Gold : The commercial and Social Consequences Which May Ensue, and the Measures With It Invites” pada tahun 1859 menyebutkan bahwa pertaambahan penawaran emas akibat ditemukannya tambang-tambang emas baru di California, Australia, dan Afrika Selatan akan mengakibatkan turunnya harga emas relatif dibandingkan perak yang kemudian akan membawa pada turunnya nilai riil emas (inflasi) atau naiknya tingkat harga seluruh barang kecuali emas. Diketahui bahwa ada hubungan yang besar antara kenaikan produksi emas dengan kenaikan tingkat inflasi di Perancis pada tahun 1870. Adam Smith juga mengemukakan pendapat yang sama tentang hal ini yang memperkuat penelitian Jean Bodin pada tahun 1568 yang meneliti bahwa meningkatnya jumlah emas dan perak berhubungan erat dengan meningkatnya tingkat harga-harga secara umum.
    Lalu mengapa inflasi terjadi? Pada saat tingkat harga secara umum naik, pembeli harus mengeluarkan banyak uang untuk jumlah barang dan jasa yang sama. Dengan kata lain, inflasi tidak akan berlanjut jika tidak ‘dibayar’ dengan berbagai cara. Jika konsumen tidak dapat menemukan uang lebih untuk membeli barang demi mempertahankan tingkat pembelanjaannya, mereka akan membatasi pembelian dengan membeli lebih sedikit yang kemudian pada akhirnya akan membatasi kemampuan penujual untuk menaikkan harga. Kaum monetaris berpendapat bahwa Revolusi Harga tidak akan terjadi jika tidak dibantu oleh kenaikan penawaran yang berasal dari bullion emas dan perak yang diproduksi oleh ‘New World’ (Amerika, Austalia, dan Afrika Selatan) yang walaupun banyak juga emas dan perak tersebut akhirnya ditumpuk oleh pribadi/institusi sehingga keluar dari sirkulasi, ataupun jadi perhiasan dan ornamen-ornamen untuk bangunan istana dan katederal serta banyak juga dari emas tersebut yang akhirnya dikapalkan ke Asia dan tidak pernah kembali lagi. Bisa dikatakan bahwa inflasi terjadi dimanapun, terhadap mata uang apapun, dan pada periode kapanpun .
    TEORI INFLASI KONVENSIONAL
    Dalam banyak literatur disebutkan bahwa inflasi didefinisikan sebagai kenaikan harga umum secara terus menerus dari suatu perekonomian. Sedangkan menurut Rahardja dan Manurung mengatakan bahwa, inflasi adalah gejala kenaikan harga barang-barang yang bersifat umum dan terus menerus . Sedangkan menurut Sukirno, inflasi yaitu kenaikan dalam harga barang dan jasa, yang terjadi karena permintaan bertambah lebih besar dibandingkan dengan penawaran barang di pasar . Dengan kata lain, terlalu banyak uang yang memburu barang yang terlalu sedikit. Inflasi biasanya menunjuk pada harga-harga konsumen, tapi bisa juga menggunakan harga-harga lain (harga perdagangan besar, upah, harga, aset, dan sebagainya). Biasanya diekspresikan sebagai persentase perubahan angka indeks. Tingkat harga yang melambung sampai 100% atau lebih dalam setahun (hiperinflasi), menyebabkan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap mata uang, sehingga masyarakat cenderung menyimpan aktiva mereka dalam bentuk lain, seperti real estate atau emas, yang biasanya bertahan nilainya dimasa-masa inflasi. Inflasi tidak terlalu berbahaya apabila bisa diprediksikan, karena setiap orang akan mempertimbangkan prospek harga yang lebih tinggi dimasa yang akan datang dalam pengambilan keputusan. Di dalam kenyataannya, inflasi tidak bisa diprediksikan, berarti orang-orang seringkali dikagetkan dengan kenaikan harga. Hal ini mengurangi efisiensi ekonomi karena orang akan mengambil resiko yang lebih sedikit untuk meminimalkan peluang kerugian akibat kejutan harga. Semakin cepat kenaikan inflasi, semakin sulit untuk memprediksikan inflasi di masa yang akan datang. Kebanyakan ekonom berpendapat bahwa perekonomian akan berjalan efisien apabila inflasi rendah. Idealnya, kebijakan ekonomi makro harus bertujuan menstabilkan harga-harga. Sejumlah ekonom berpendapat bahwa tingkat inflasi yang rendah merupakan hal yang baik apabila itu terjadi akibat dari inovasi. Produk-produk baru yang diperkenalkan pada harga tinggi, akan jatuh dengan cepat karena persaingan.
    Studi tentang penyebab inflasi telah banyak dilakukan, antara lain oleh Boorman (1975), Djiwandono (1980), Nasution (1983), Ahmad (1985), Ikhsan (1991). Namun pada umumnya dari studi diatas menunjukan bahwa penyebab inflasi di Indonesia ada dua macam, yaitu inflasi yang diimpor dan defisit dalam Anggaran Pemerintah Belanja Negara (APBN). Penyebab inflasi lainnya menurut Sadono Sukirno adalah kenaikan harga-harga barang yang diimpor, penambahan penawaran uang yang berlebihan tanpa diikuti oleh pertambahan produksi dan penawaran barang, serta terjadinya kekacauan politik dan ekonomi sebagai akibat pemerintahan yang kurang bertanggung jawab. Adapun penyebab lain dari inflasi antara lain uang yang beredar lebih besar daripada jumlah barang yang beredar, sehingga permintaan akan barang mengalami kenaikan, maka dengan sendirinya produsen akan menaikkan harga barang dan apabila kondisi seperti ini dibiarkan maka akan terjadi inflasi. Terdapat berbagai macam jenis inflasi. Beberapa kelompok besar dari inflasi adalah :
    Policy induced, disebabkan oleh kebijakan ekspansi moneter yang juga bisa merefleksikan defisit anggaran yang berlebihan dan cara pembiayaannya.
    Cost-push inflation, disebabkan oleh kenaikan biaya-biaya yang bisa terjadi walaupun pada saat tingkat pengangguran tinggi dan tingkat penggunaan kapasitas produksi rendah.
    Demand-pull inflation, disebabkan oleh permintaan agregat yang berlebihan yang mendorong kenaikan tingkat harga umum.
    Inertial inflation, cenderung untuk berlanjut pada tingkat yang sama sampai kejadian ekonomi yang menyebabkan berubah. Jika inflasi terus bertahan, dan tingkat ini diantisipasi dalam bentuk kontrak finansial dan upah,kenaikan inflasi akan terus berlanjut.
    Menurut Sukirno, bahwa berdasarkan pada sumber atau penyebab kenaikan harga-harga yang berlaku, inflasi biasanya dibedakan kepada tiga bentuk, yaitu :
    Inflasi tarikan permintaan, inflasi ini biasanya terjadi pada masa perekonomian berkembang pesat. Kesempatan kerja yang tinggi menciptakan tingkat pendapataan yang tinggi dan selanjutnya menimbulkan pengeluaran yang melebihi kemampuan ekonomi mengeluarkan barang dan jasa. Pengeluaran yang berlebihan ini yang akan menimbulkan inflasi.
    Inflasi desakan biaya, inflasi ini juga terjadi pada saat perekonomian berkembang dengan pesat ketika tingkat pengangguran sangat rendah.
    Inflasi diimpor, inflasi ini terjadi apabila barang-barang impor yang mengalami kenaikan harga mempunyai peranan yang penting dalam kegiatan pengeluaran di perusahaan-perusahaan. Contohnya kenaikan harga minyak .
    Menurut ilmu ekonomi modern, terdapat dua jenis inflasi yang berbeda satu sama lain, yaitu inflasi karena dorongan biaya (cost-push inflation) dan inflasi karena meningkatnya permintaan (demand-pull inflation). Dalam hal inflasi karena dorongan biaya, kenaikan upah memaksa industri untuk menaikkan harga guna menutup biaya upah dalam kontrak yang baru yang mengakibatkan adanya pola siklus upah (wage price spiral) dalam hal inflasi karena meningkatnya permintaan, permintaan yang tinggi atas kredit merangsang pertumbuhan produk nasional bruto yang selanjutnya menarik harga lebih lanjut ke atas. Beberapa ahli ekonomi percaya bahwa inflasi karena meningkatnya permintaan dapat dikendalikan melalui kombinasi kebijakan bank sentral dan kebijakn Departemen Keuangan, misalnya kebijakan uang ketat oleh bank sentral dan pengadilan pengeluaran oleh Pemerintah. Inflasi karena dorongan biaya diduga dapat lebih baik dikendalikan melalui pertambahan tingkat pertumbuhan perekonomian daripada melalui kebijakan moneter ataupun fiskal. Oleh karena itu, untuk mempertahankan agar inflasi rendah, perlu diketahui faktor-faktor penyebabnya. Para ekonom memiliki banyka teori nemun bukan jalan keluar yang pasti. Menurut Friedman, inflasi merupakan fenomena monoter kapan pun dan dimana pun.
    Kalangan monetaris menganggap bahwa untuk menstabilkan harga-harga pertumbuhan jumlah uang beredar harus dikontrol secara hati-hati. Namun hal ini sulit diimplementasikan, karena hubungan antara ukuran-ukuran uang yang beredar yang diidentifikasi oleh kalangan monetaris dengan tingkat inflasi biasanya rusak setelah pengambil keputusan menargetkan inflasi itu. Ekonomi aliran Keynesian yakin bahwa inflasi bisa terjadi terlepas dari pengaruh kondisi moneter. Ekonom lain lebih menitikberatkan pada faktor-faktor institusional, seperti apakah suku bunga ditentukan oleh para politisi atau bank sentral yang independen dan apakan bank sentral menentukan suatu target inflasi .
    Inflasi atau kenaikan harga-harga yang tinggi dan terus menerus telah menimbulkan beberapa dampak buruk kepada individu dan masyarakat, para penabung, kreditor/debitor dan produsen, ataupun pada kegiatan perekonomian secara keseluruhan. Dampak inflasi terhadap individu dan masyarakat menurut Prathama Rahadja dan Manurung, misalnya :
    Menurunnya tingkat kesejahteraan masyarakat
    Inflasi menyebabkan daya beli masyarakat menjadi berkurang atau malah semakin rendah, apalagi bagi orang-orang yang berpendapatan tetap, kenaikan upah tidak secepat kenaikan harga-harga, maka inflasi ini akan menurunkan upah riil setiap individu yang berpendapatan rendah.
    Memperburuk distribusi pendapatan
    Bagi masyarakat yang berpendapatan tetap akan menghadapi kemerosotan nilai riil dari pendapatannya dan pemilik kekayaan dalam bentuk uang akan mengalami penurunan juga. Akan tetapi, bagi pemilik kekayaan tetap seperti tanah atau bangunan dapat mempertahankan atau justru menambah nilai riil kekayaannya. Dengan demikian inflasi akan menyebabkan pembagian pendapatan diantara golongan yang berpendapatan tetap dengan para pemilik kekayaan tetap akan menjadi semakin tidak merata .

    Dampak lainnya dirasakan pula oleh para penabung, oleh kreditur atau debitur, dan oleh produsen. Dampak inflasi bagi para penabung ini menyebabkan orang enggan untuk menabung karena nilai mata uang semakin menurun. Tabungan memang menghasilkan bunga, tetapi jika tingkat inflasi diatas bunga, tetap saja nilai mata uang akan menurun. Bila orang sudah enggan menabung, maka dunia usaha dan investasi akan sulit untuk berkembang, karena berkembangnya dunia usaha membutuhkan dana dari masyarakat yang disimpan di bank.

    Adapun dampak inflasi bagi debitur atau meminjamkan uang kepada bank, inflasi ini justru menguntungkan karena pada saat pembayaran utang kepada kreditur, nilai uang lebih rendah dibanding pada saat meminjam, tetapi sebaliknya bagi kreditur atau pihak yang meminjamkan uang akan mengalami kerugian karena nilai uang pengembalian lebih rendah dibandingkan saat peminjaman. Begitu pun bagi produsen inflasi bisa menguntungkan bila pendapatan yang diperoleh lebih tinggi daripada kenaikan biaya produksi. Bila hal ini terjadi, produsen akan terdorong untuk melipatgandakan produksinya. Namun, bila inflasi menyebabkan naiknya biaya produksi hingga pada akhirnya merugikan produsen, maka produsen enggan untuk meneruskan produksinya.

    Sedangkan dampak inflasi bagi perekonomian secara keseluruhan, misalnya prospek pembangunan ekonomi jangka panjang akan semakin memburuk, inflasi mengganggu stabilitas ekonomi dengan merusak rencana jangka panjang para pelaku ekonomi. Inflasi jika tidak cepat ditangani, maka akan susah untuk dikendalikan, inflasi cenderung akan bertambah cepat. Dampak inflasi bagi perekonomian nasional diantaranya :
    Investasi berkurang
    Mendorong tingkat bunga
    Mendorong penanaman modal yang bersifat spekulatif
    Menimbulkan kegagalan pelaksanaan pembangunan
    Menimbulkan ketidakpastian keadaan ekonomi dimasa yang akan datang
    Menyebabkan daya saing produk nasional berkurang
    Menimbulkan defisit neraca pembayaran
    Merosotnya tingkat kehidupan dan kesejahteraan masyarakat
    Meningkatnya jumlah pengangguran .


    TEORI INFLASI ISLAM

    Dalam Islam tidak dikenal inflasi karena mata uang yang dipakai adalah dinar dan dirham yang mempunyai nilai stabil dan dibenarkan dalam Islam. Berikut beberapa alasan mengapa dinar dan dirham merupakan mata uang yang sesuai :
    1. Islam telah mengaitkan emas dan perak dengan hukum yang baku dan tidak berubah-ubah.
    2. Rasulullah menetapkan emas dan perak sebagai mata uang, dan beliau menjadikan hanya emas dan perak sebagai standar mata uang.
    3. Ketika Allah SWT mewajiibkan zakat uang, Allah telah mewajibkan zakat tersebut dengan emas dan perak.
    4. Hukum-hukum tentang pertukaran mata uang yang terjadi dalam transaksi uang hanya dilakukan dengan emas dan perak begitupun dengan transaksi lainnya hanya dinyatakan dengan emas dan perak. Penurunan nilai dinar atau dirham memang masih mungkin terjadi yaitu ketika nilai emas yang menopang nilai nominal dinar itu mengalami penurunan. Diantaranya akibat ditemukannya emas dalam jumlah yang besar tapi keadaan ini kecil sekali kemungkinannya .

    Menurut para ekonom Islam, inflasi berakibat sangat buruk bagi dunia perekonomian karena :
    Menimbulkan gangguan terhadap fungsi uang, terutama terhadap tabungan nilai simpan), fungsi dari pembayaran dimuka, dan fungsi dari unit perhitungan. Orang harus melepaskan diri dari uang dan aset keuangan akibat dari beban inflasi tersebut. Inflasi juga telah mengakibatkan terjadinya inflasi kembali atau dengan kata lain ‘self feeding inflation’.
    Melemahkan semangat menabung dan sikap terhadap menabung dari masyarakat (turunnya Marginal Propensity to Save)
    Meningkatkan kecenderungan untuk berbelanja terutama untuk non-primer dan barang-barang mewah (naiknya Marginal Propensity to Save)
    Mengarahkan investasi pada hal-hal yang non-produktif yaitu penumpukan kekayaan (hoarding) seperti : tanah, bangunan, logam mulia, mata uang asing dengan mengorbankan investasi ke arah produktif seperti : pertanian, industrial, perdagangan, transportasi, dan lainnya.

    Ekonom Islam Taqiuddin Ahmad ibn al-Maqrizi (1364M ~ 1441 M), yang merupakan salah satu murid dari Ibn Khaldun, menggolongkan inflasi dalam dua golongan yaitu :
    Natural Inflation
    Sesuai dengan namanya, inflasi jenis ini diakibatkan oleh sebab-sebab alamiah, dimana orang tidak mempunyai kendali atasnya (dalam hal mencegah). Ibn al-Maqrizi mengatakan bahwa inflasi ini adalah inflasi yang diakibatkan oleh turunnya Penawaran Agregatif(AS) atau naiknya Permintaan Agregatif (AD).
    Jika memakai perangkat analisis konvensional yaitu persamaan identitas :
    MV = PT = Y
    Dimana : M = jumlah uang beredar
    V = kecepatan peredaran uang
    P = tingkat harga
    T = jumlah barang dan jasa (kadang dipakai juga notasi Q)
    Y = tingkat pendapatan nasional (GDP)
    maka Natural Inflation dapat diartikan sebagai :
    Gangguan terhadap jumlah barang dan jasa yang diproduksi dalam suatu perekonomian (T). Misalnya T↓ sedangkan M dan V tetap, maka konsekuensinya P↑.
    Naiknya daya beli masyarakat secara riil. Misalnya nilai ekspor lebih besar dari pada nilai impor, sehinggga secara netto terjadi impor uang yang mengakibatkan M↓ sehingga jika V dan T tetap maka P↑.
    Lebih jauh, jika dianalisis dengan persamaan :
    AD = AS
    Dan
    AS = Y
    AD = C + I + G + (X-M)
    Dimana : Y = pendapatan nasional
    C = konsumsi
    I = investasi
    G = pengeluaran pemerintah
    (X-M) = net export
    Maka :
    Y = C + I + G + (X-M)
    Natural inflation akan dapat dibedakan berdasarkan penyebabnya menjadi dua golongan yaitu sebagai berikut :
    Akibat uang yang masuk dari luar negeli terlalu banyak, dimana ekspor (X↑) sedangkan impor (M↓) sehingga net export nilainya sangat besar, maka mengakibatkan naiknya permintaan agregatif (AD↑).
    Hal ini pernah terjadi semasa pemerintahan khalifah Umar ibn Khattab r.a. pada masa itu khalifah pedagang yang menjual barangnya di luar negeri membeli barang-barang dari luar negeri lebih sedikit nilainya daripada nilai barang-barang yang mereka jual (positive net export). Adanya positive net export akan menjadikan keuntungan-keuntungan yang berupa kelebihan uang tersebut akan dibawa masuk ke Madinah sehingga pendapatan dan daya beli masyarakat akan naik (AD↑). Naiknya permintaan agregatif (AD↑), akan mengakibatkan naiknya tingkat harga secara keseluruhan (P↑).
    Apa yang dilakukan oleh Khalifah Umar ibn Khattab r.a. untuk mengatasi masalah tersebut? Beliau melarang penduduk Madinah untuk membeli barang-barang atau komoditi selama 2 hari berturut-turut. Akibatnya adalah turunnya permintaan agregatif (AD↑) dalam perekonomian. Setelah pelarangan tersebut berakhir maka tingkat harga kembali menjadi normal.
    Akibat dari turunnya tingkat produksi (AS↓) karena terjadinya paceklik , perang, ataupun embargo dan boycott.
    Hal ini pernah terjadi pula semasa pemerintahan khalifah Umar ibn Khattab yaitu pada saat paceklik yang mengakibatkan kelangkaan gandum, yang kemudian mengakibatkan naiknya tingkat harga-harga (P↑).
    Yang dilakukan oleh khalifah Umar ibn Khattab r.a. terhadap permasalahan ini adalah melakukan impor gandum dari Fustat-Mesir sehingga penawaran agregatif (AS) barang di pasar kembali naik (AS↑) yang kemudian berakibat pada turunnya tingkat harga-harga(P↓).
    Human Error Inflation
    Selain dari penyebab-penyebab yang dimaksud pada Natural Inflation, maka inflasi-inflasi yang disebabkan oleh hal-hal lainnya dapat digolongkan sebagai Human Error Inflation atau False Inflation. Human Error Inflation dikatakan sebagai inflasi yang diakibatkan oleh kesalahan dari manusia itu sendiri.
    Human Error Inflation dapat dikelompokkan menurut penyebab-penyebabnya sebagai berikut :
    Korupsi dan administrasi yang buruk (Corruption and Bad Administration)
    Jika merujuk pada persamaan AD = AS maka akan terlihat bahwa korupsi dan administrasi pemerintahan yang buruk (red tape) akan menyebabkan kontraksi pada penawaran agregatif (AS↓).
    Pada akhirnya akan terjadi inefisiensi alokasi sumber daya yang akan merugikan masyarakat secara keseluruhan. Selain itu jika terus dibiarkan akan menyebabkan ‘kanker’ yang amat membahayakan perekonomian yang akan membawa perekonomian pada keterpurukan ‘Spiralting Inflation’ dan atau ‘Hyper Inflation’.
    Pajak yang berlebihan (Excessive Tax)
    Efek yang ditimbulkan oleh pajak yang berlebihan pada perekonomian hampir sama dengan efek yang ditimbulkan oleh korupsi dan administrasi yang buruk yaitu kontraksi pada penawaran agregatif (AS↓). Namun, jika dilihat lebih jauh,excessive tax tersebut mengakibatkan apa yang dinamakan oleh ekonom dengan ‘efficiency loss’ atau ‘dead weight loss’.
    Pencetakan uang dengan maksud menarik keuntungan yang berlebihan (Excessive Seignorage)
    Seignorage arti tradisonalnya adalah keuntungan dari pencetakan koin yang didapat oleh percetakannya dimana biasanya percetakan tersebut dimiliki oleh pihak penguasa atau kerajaan. Tindakan Seignorage ini juga salah satu penyebab inflasi, menurut Milton Friedman, seorang ekonom monetarist terkemuka, dikatakannya dengan ‘inflation is always and everywhere a monetary phenomenon’. Para otoritas moneterr di negara-negara Barat umumnya meyakini bahwa pencetakan uang akan menghasillkan keuntungan bagi pemerintah (inflation tax), hal tersebut sesuai dengan persamaan berikut :
    Real revenue from printing money = (〖(M〗_(t ) 〖 - M〗_(t-1 )))/P_t = μπ M_(t-1 )/P_t
    Diaman μ adalah tingkat pertumbuhan uang. Nilai μ yang tinggi akan menyebabkan tingkat inflasi (π) yang tinggi, sehingga implikasinya adalah suatu nilai nominal yang lebih tinggi pula dari tingkat suku bunga (R = r + π). Oleh karena itu, disimpulkan bahwa suatu tingkat pertumbuhan uang yang tinggi akan menghasilkan tingkat pajakk yang lebih tinggi pula dari pajak memegang uang (tax for holding money).
    Di lain pihak, ekonom Islam Ibn al-Maqrizi berpendapat bahwa pencetakan uang yang berlebihan jelas-jelas akan mengakibatkan naiknya tingka harga (P↑) secara keseluruhan (inflasi). Menurut Ibn al-Maqrizi, kenaikan harga-harga komoditas adalah kenaikan dalam bentuk jumlah uang atau nominal, sedangkan jika diukur dengan emas (dinar emas), maka harga-harga komoditas tersebut jarang sekali mengalami kenaikan. Ibn al-Maqrizi berpendapat bahwa uang sebaiknya dicetak hanya pada tingkat minimal yang dibutuhkan untuk bertransaksi (jual-beli) dan dalam pecahan yang mempunyai nilai nominal kecil (supaya tidak ditumpuk) .

0 komentar:

Posting Komentar